Monday, December 31, 2012

Kertas, Lem, dan Bayangan Semu

Apalah artinya saya? si kurus berupa buruk yang merindu bagai punguk menanti sang rembulan. Mencintai dalam sepi. Yang terbakar api asmara dalam hatinya. Sendiri. Yang acap kali menggumamkan nama Sang Impian dalam sebuah kebisuan.

Tuhan, di penghujung akhir 2012 ini, jadikanlah saya tumpukan kertas dan sebotol lem dipojok meja kerjanya. Agar dapat berarti baginya. Karena saya hanyalah bayangan semu yang tak pernah dianggap. Sayalah mimpi buruk bagi Sang Impian.

andaikan

 andai lembaran kisah yang tertulis tidak seperti ini, maka aku bersedia menemanimu sepanjang usia. berbagi kasih, cinta, dan cerita. andai aku adalah seorang yang kau cintai, aku akan rela mengabdi hanya kepadamu hingga Sang Maut memisahkan. ingin rasanya menjadi seseorang yang kamu kagumi, menjadi karakter yang kau gilai, menjadi biduan yang lagunya kau dendangkan setiap pagi.

aku ingin memberikan senyuman hangat untukmu dikala fajar hingga senja.
andai aku terlahir menjadi seorang wanita untukmu..

ah..andai saja.

Sunday, December 30, 2012

Andai saya Bandung Bondowoso, maka saya akan sangat rela mempersembahkan untukmu seribu candi dalam waktu semalam dan apabila kamu adalah Dayang Sumbi.. saya tak akan berpikir dua kali untuk membuatkan sebuah bendungan besar dan perahu kayu kecil untuk kita berlayar bersama diatasnya. 

Namun saya tak ubahnya Tumenggung Wiraguna yang ditolak cintanya mentah-mentah oleh Rara Mendut, yang membuat kisah harus berakhir cukup sampai disini saja ..

Pesona si Tua (Catatan Perjalanan)

Petualangan membawa saya kembali ke sebuah kawasan yang notabene adalah saksi  kejayaan Oud Batavia yang kini masuk dalam bagian Jakarta Utara dan telah ditetapkan sebagai warisan Cagar Budaya oleh Ali Sadikin pada tahun 1972.

Perjalanan saya mulai dari Stasiun Serpong..



Saya berangkat pukul delapan pagi dari Kawasan Perumahan Dinas yang saya tempati. Hanya berbekal seperlunya dan dalam kedaan belum mandi. Karena rencana awal saya ingin mengunjungi Pasar Kwitang dan Pasar Poncol, sehingga saya pikir tak perlulah mandi supaya tidak terlacak oleh pencopet. Kereta listrik bergerak dari Stasiun Serpong saya menuju Stasiun Tanah Abang, kemudian ganti kereta ke arah Stasiun Manggarai.  Tak lupa saya baca sms dari seorang kawan dengan jelas dan berulang-ulang, “kereta sampai tanah abang terus manggarai bisa. Nyambung naik transjakarta 2 kali, dr manggarai smp perempatan matraman trus pindah ke transjakarta ke arah senen”. Berhubung memang agak sulit untuk membaca peta dan mengingat jalan, saya putuskan untuk berhenti di Manggarai saja dulu. Namun rencana berubah, karena saya mendadak galau. Bingung menentukan tempat, antara Kwitang atau Kota Tua. Saya memikirkan dengan berbagai pertimbangan, bila saya nekat ke Kwitang maka bisa dipastikan tabungan akan semakin menipis. Oke… saya pilih rute Manggarai – Gondangdia – Gambir – Juanda - Sawah Besar - Mangga Besar -  Jayakarta - Kota Tua.

Ada hal menarik yang saya temui dalam kereta api yang sedang bergerak ini, pegangan tangannya berbentuk sebuah minuman botol dengan rasa teh tarik. Favorit saya. Membuat kerongkongan ini merasakan dahaga yang teramat sangat. Maklum.. jangankan sarapan, minum air pun saya belum sempat. Hehehe…

-Stasiun BEOS, 10.00 WIB-


Akhirnya sampai juga saya di Stasiun BEOS. Dengan langkah penuh pasti dan semangat menggebu dalam dada, saya menuju Kawasan Kota Tua. Langkah saya sempat terhenti sejenak, saat sekelompok seniman jalan mulai menggesek biolanya dan mendendangkan sebuah lagu klasik. Cuma satu kata yang terlintas di otak besar, “wow”. Sembari memberi sedikit bekal, saya manfaatkan waktu untuk mengambil gambar. Si seniman tersenyum, ia beri ucapan terima kasih dalam bahasa tubuh yang saya balas dengan acungan jempol. Saya takjub melihatnya. Meskipun hanya menggelar ‘konser’ kecil dipinggir jalan, namun kualitasnya tidak jauh berbeda dengan konser musik sungguhan. Suatu talenta yang mengagumkan.

-Kota Tua, 10.20 WIB-


Gedung megah yang pertama saya kunjungi adalah Museum Bank Mandiri. Memang bukan yang pertama kali, namun tetap saja ada rasa takjub dan sedikit merinding saat memasukinya. Entah mengapa rambut roma saya sering berdiri di lokasi ini. Mungkin karena memang suasananya yang mendukung, dan beberapa ruang dibiarkan terbengkalai dan gelap. Sehingga membuat saya merasa seperti ada yang mengawasi. Terutama dalam toilet dan lorong-lorong kecil. Meskipun demikian ilmu yang saya dapatkan memang tidak sedikit, seperti asal mula mengapa mata uang disebut “duit” oleh masyarakat indonesia, atau mengapa patung Hermes banyak terdapat di Kawasan ini. Yah… semua bisa terjawab dengan mengelilingi gedung tua bergaya Art Deco ini. Saya juga tertarik dengan foto seorang gadis belanda muda yang terpajang disalah satu diorama, yang kini saya jadikan profile picture di facebook. Entah siapa dia, tapi berhasil membuat saya terpesona oleh kecantikannya.

Dirasa cukup, saya kembali berjalan menuju tempat selanjutnya. Museum Bank Indonesia. Museum ini adalah salah satu gedung bersejarah yang paling saya kagumi setelah Museum Nasional. Beberapa barang-barang antik dan langka saya jumpai disini, seperti gobog dari Kerajaan Majapahit dan uang Ma yang berukuran kecil peninggalan Kerajaan mataram Kuna.

 -Halaman Museum Sejarah Jakarta, 11.45 WIB-

Berhubung baru ingat bahwasanya saya belum menegak setetes  air dan menelan sesuap makanan pokok, saya tuju salah satu toko waralaba di halaman yang luas ini. Toko kecil disamping sebuah gedung yang tak terawat. Well.. rupanya harga barang yang dijajakan melangit. Tapi ya sudahlah.. terlanjur sampai kasir.

-Museum Seni Rupa & Keramik, 12.00 WIB-

Wah.. rupanya sedang ada pameran kontemporer disini!. “The Second Jakarta Contemporary Ceramics Biennale”. Tanpa pikir panjang segera saya masuki ruang pamer. Isinya? Jangan ditanya.. semua yang ditampilkan adalah karya yang cerdas. Favorit saya adalah “Conversation About Us” karya Bagus Pandega. Bagus yang telah menghasilkan sebuah karya yang bagus. Sebuah perlengkapan minum teh yang terbuat dari keramik berwarna putih  berhasil ia sulap menjadi sebuah “kotak” musik. Membuat kesan menjadi lebih romantis, dramatis, dan.. tragis. Ah.. jempol sekali untuk Bagus. Tak kalah apik, di depan pintu masuk para pengunjung disuguhkan sebuah diorama yang bercerita tentang pasukan kera yang dipimpin oleh Hanuman melawan Rahwana dengan judul “Kesetiaan dan Kesia-siaan Dalam Cinta”.

Dari ruang pamer, saya beranjak menuju sayap kiri bangunan. Memasuki ruang museum. Disini saya bersua dengan mahakarya Basoeki Abdullah, Antonio Blanco, dan Raden Saleh.  ketika sedang dalam keheningan menikmati kopian karya Raden Saleh, saya dibuat geram oleh pasangan muda-mudi dimabuk asmara yang heboh bergaya, mengabadikan aktivitas mereka lewat kamer. Gayanya macam-macam, mulai dari rangkulan hingga cium tangan. Membuat saya muak saja. Yang ingin saya nikmati adalah sempurnanya lukisan Raden Saleh, bukan adegan mereka berkasih.. Untungnya mereka sadar diri setelah saya berdeham dengan nada yang cukup keras. Seharusnya alangkah lebih baik bila juga ditambahkan gambar hati dicoret pada papan peringatan.

Lukisan yang membuat saya kepayang adalah “wanita” karya Lee Man Fong dan sebuah lukisan karya Antonio Blanco. Membuat saya berdiam diri dalam waktu yang cukup lama didepannya. Mengagumi tiap lekukan tubuh serta guratan cat yang disajikan.. Terlihat bahwa Blanco dan Fong melukis dengan hati. Penuh cinta. Sehingga apa yang tertuang dalam kanvas sangatlah indah. Komposisi antara seni dan cinta sama rata. Ketika saya mengagumi lukisan Blanco lagi-lagi sepasang muda-mudi sedang asyik bercumbu dibawahnya. Berkomunikasi dengan bahasa yang sangat manja yang membuat saya pusing. Entah apa yang ada dibenak mereka untuk memadu kasih di Museum. Apakah mereka berharap bahwa cinta yang dijalin mampu abadi seperti apa yang dipajang didalamnya?.

Selain lukisan, beberapa tembikar dan patung tanah liat bisa dilihat di gedung museum ini yang pada saat masa revolusi sempat menjadi asrama. Bahkan saya menjumpai celengan dari masa Kerajaan Majapahit yang memang benar-benar berbentuk celeng atau babi hutan.

-Kembali ke Halaman Museum Sejarah Jakarta, 13.00 WIB-

Masih ada waktu untuk mengunjungi Museum Sejarah Jakarta dan Museum Wayang, pikir saya.

Dirasa sedikit letih setelah mengitari Museum Sejarah dan Museum Wayang, saya beristiharat sejanak di atas meriam raksasa yang berjajar rapi dipinggir jalan sembari menikmati the dingin dan keripik kentang rasa okonomiyaki. Baru beberapa kunyah, tiba-tiba seorang ibu paruh baya bermata sipit menghampiri saya dengan sumpah serapah yang terlontar dari mulutnya. Oh..tampaknya suami atau entah siapa tepat duduk dibelakang saya. Semua mata menatap. Bisik-bisik mulai terdengar. Bersahutan dengan pisuhan si wanita. Botol minum yang sedang berdiri anteng didekat paha saya tak luput darinya, menjadi “senjata” untuk memukuli si pria yang terlihat sudah sangat pasrah. “Apa lo, ANJING!!!!” teriak si wanita dengan penekanan nada pada kata terakhir yang terdengar penuh kemenangan, sementara sang pria hanya dapat tertunduk lesu.  Menghindari perkelahian, saya melangkah menjauh. Lebih baik menyewa sepeda…
Bersepeda di area kota tua membuat saya merasa seperti seorang pegawai De Javasche Bank yang baru pulang dari tempat kerja.

-(masih) di Halaman Museum Sejarah Jakarta, 14.30 WIB-

Atraksi kuda lumping dimulai. Pesta rakyat di halaman kota tua ini sangat riuh. Muda-mudi, orang tua, anak kecil memadati area sekitar atraksi berlangsung. Saya duduk bersila paling depan, dengan tahu gejrot di tangan kanan dan es selayang di tangan kiri. Nikmat sekali rasanya. Benar-benar nyaman rasanya. Ditambah ini pertama kalinya saya lihat kuda lumping secara live. Para pemain adalah satu kelompok seniman asli Jawa Timur yang sengaja datang ke Jakarta sampai tahun baru 2013. Terdiri dari lima orang pria dewasa, dua orang anak laki-laki, serta lima orang wanita. Kian lama adegan yang disuguhkan kian menakutkan. Bermain api dengan mulut, cambuk-cambukan, hingga makan beling. Cukup… saya tak tahan melihatnya, ditambah rintikan air hujan mulai turun, membuat saya segera bergegas meninggalkan keramaian.

-Stasiun Kampung Bandan, 16.00 WIB-

Bertemu lagi dengan Kampung Bandan, setelah diantar oleh Djoko Lelono 3 dari Stasiun BEOS. Senang sekali bisa melihat stasiun ini dalam kondisi masih benderang, sebab saya dapat melihat lahan tergenang air yang terletak disisi kanan stasiun. Ada Typha, Acrostichum, Breynia, Pluchea indica, Passiflora foetida, Cayratia trifolia, Alternanthera philoxeroides, Ruellia tuberosa, Ipomoea aquatica, Mimosa invisa, Muntingia calabura, Manihot esculenta, Musa, Cocos nucifera, beberapa anggota dari famili Cyperaceae, serta beberapa jenis tumbuhan lainnya yang tidak terlihat dengan jelas dari jarak pandang saya. Sayang... baterai handphone yang saya gunakan sudah kehabisan energi, sehingga tidak dapat mengambil foto. Lima belas menit kemudian, kereta yang akan membawa saya ke Tanah Abang datang.

-Serpong, 23.11 WIB-

Masih tergambar jelas dibenak saya, kecantikan Oud Batavia. yang kian bertambah usia kian menarik dan abadi dalam kenangan. ah.. pesona si tua, selalu saja mampu menghanyutkan..

Saturday, December 29, 2012

bila nyatanya




untuk kamu yang lekat dengan warna kelabu..

saya tidak menuliskan mengapa kamu terhadap saya, tetapi mengapa kamu terhadap kamu..

mengapa kamu memilih kelabu bila nyatanya seberkas kehangatan memancar keluar dari dalam jiwa mu?
mengapa kamu termenung bila nyatanya senyum mu semanis madu?
mengapa tatapan sendu bila nyatanya mata mu sebenderang mentari?

adakah yang menjadi beban hidupmu selama ini?
adakah yang telah menyakiti jiwamu selama ini?
adakah yang telah mengkhianati cintamu selama ini?

tak tahu kah kamu..
bahwa kamu terlihat lebih bahagia dan menawan dalam balutan warna pelangi..
bukan kelabu..

karena kamu..ibarat mentari terselimuti awan kelabu..
karena mentari akan terbit suatu hari nanti..
sebab mentari akan menghangatkan pertiwi esok nanti..





Senyum Sang Rembulan

malam ini rembulan bersinar terang sekali diantara mega hitam..
cerah...
secerah senyum mu semalam saat dalam angkutan kota


LARON (sebuah cerita sangat singkat)


Hampir dua puluh menit yang lalu, ratusan ekor laron menari dengan riuh mengelilingi temaramnya cahaya lampu di halaman depan sebuah rumah sewa. “Hore.. malam ini aku dikawini”, teriak seekor betina dengan lantang sembari berlenggok diatas dinding kusam. “Ah..jangan senang dulu, perbandingan antara kamu dikawini atau mati dalam keadaan lajang masih fifty-fifty!”, ujar betina gendut dipinggir kusen jendela yang sok-sok an berbahasa inggris. “Jangan terlalu optimis kawan..kalian tahu? Akulah yang akan paling diburu oleh puluhan jantan petang ini!”, ucap betina lain yang terlalu bersemangat untuk dijantani. Benar saja, tak berselang lama seekor jantan muda hinggap pada abdomennya. Masih saja para betina memperdebatkan diri mereka masing-masing. Meributkan siapa yang akan kawin duluan.

Suara kepakan sayap mulai mereda, ah…rupanya proses kawin mawin sudah mulai berlangsung, pikir saya sambil mengamati dari balik kelambu. Suara makin mereda dan hilang… Sayap-sayap sudah ditanggalkan dan kini mereka mulai merayap diatas ubin dingin yang lembap. Mencari keheningan dan kegelapan disela-sela lemari. Meninggalkan saya yang malam ini masih sendiri. Sendiri dalam renungan mengenai makna mencintai. 


Selamat... malam ini kalian tidak sendiri!

Friday, December 28, 2012

Yellow


D'you know? For you I bleed myself dry  
For you I bleed myself dry

Medley

Aku bilang, "aku cinta kamu sejak pertama kali kita bertemu"

Kamu hening.

Aku bilang lagi," aku sayang kamu"

Kamu bilang, "saya harap kamu bisa menetralisir rasa itu dariku dan bagikan rasa itu kepada orang yang terbaik menurutmu suatu hari nanti"

saya ingin bilang malam hari ini, saya sangat menyanyangimu.. saya cinta kamu. saya akan merindukan saat-saat seperti ini lagi.

dan kamu pergi dengan wajah muram. saya tahu saya salah.

Kamu tahu, saya sangat menyukai senyum, tawa, dan cerita kamu petang ini. Membuat saya bagaikan jiwa yang singgah di Taman Nirwana.



Sekarang aku tersadar
Cinta yang ku tunggu tak kunjung datang
Apalah arti aku menunggu
(Raisa: Apalah Arti Menunggu)

Now I sit all alone, wishing all my feeling was gone.
I'd give my best to you
Nothing for me to do
But have one last cry.
(Bryan McKnight: One Last Cry)

It came over me in a rush
When I realized that I love you so much
That sometimes I cry, but I cant tell you why
why I feel what I feel inside
(Black Street: In a Rush)


(dalam perspektif berbeda)
someone: "Maaf, sebenarnya saya hanya anggap kamu sebagai teman baik. Tidak lebih. Aku pun bingung harus bersikap apa padamu"

Harus ku akui semuanya telah berbeda
* lelah menjalani semua serba salah
Apalagi salahku, apalagi salahmu, ku tak mengerti
Apalagi salahku, apalagi salahmu, apalagi

Sudah lupakan segala cerita antara kita
Ku tak ingin, ku tak ingin, ku tak ingin
Ku terluka karna cinta, karna cinta
(Raisa: Serba salah)

Suatu Petang di Batavia dan Tambalan Panci (Sebuah Catatan Perjalanan Singkat)



Hari ini hari jumat. Nothing special sih, hanya saja untuk beberapa kawan mungkin 28 Desember 2012 merupakan tanggal yang sudah lama dinanti. Usai mengantri jatah tahunan dari sebuah Instansi Pemerintah di jl. Thamrin Jakarta, saya dan seorang kawan mampir sejenak di sebuah pusat perbelanjaan barang elektronik terkenal di seantero Ibu Kota. Sebut saja Bi Mangifera indica (silahkan diterka sendiri, hehehe). Berhubung akses menuju Serpong dari kawasan ini sedikit mengalami gangguan lalu lintas (gangguan yang umum terjadi), kami memutuskan untuk menuju Serpong melalui jalur kereta api. dan tentu saja, stasiun yang terdekat adalah Stasiun Jakarta Kota.

Sebenarnya saya sudah beberapa kali ke stasiun peninggalan Kolonial Belanda ini, namun baru hari saya menyadari keindahannya. Amat sangat cantik. Saya serasa berada di Oud Batavia, dengan stasiunnya yang megah di kala itu. Stasiun ini juga dikenal sebagai Stasiun Beos (Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschapij) atau Maskapai  Kereta Api Batavia Timur. Dulu stasiun ini menghubungkan Batavia dengan Baccasi (Bagasasi), Buitenzorg, Bandoeng, Karavam, dan Bantam, serta daerah sekitarnya.

Stasiun yang dibangun pada tahun 1870 saya akui memang sangat luar biasa cantiknya. Bagai dipahat dengan sempurna. Bagian utama dari stasiun ini masih terlihat jelas, seperti lengkungan logam pada bagian atap, pagar besi disepanjang lobby tempat calon penumpang menunggu datangnya kereta, jam kuno, dan beberapa ornamen khas art deco lainnya. Rancangan F.J.L. Ghijsels ini mampu membuat saya berdecak kagum selama di stasiun, membuat orang-orang berpikir saya tak ubahnya seorang udik yang penuh keingintahuan. Saya sempat membayangkan bagian atap masih dihiasi mozaik kaca berwarna-warni, dengan lantai yang berlapiskan ubin cantik dengan paduan warna merah, gading, dan warna indah lainnya, dengan noni-noni belanda bergaun sutera cantik, membawa payung putih berhiaskan renda ditangannya, maupun noni Indie dengan gaya berpakaian khas-nya yang berjalan hilir mudik.

Saya serasa berpijak di ruang waktu. Tak lupa pula saya membayangkan beberapa sosok anak kecil belanda yang berlarian serta sosok-sosok kaku berdiri tegap penuh keangkuhan, berambut klimis, berkumis tebal dengan pipa cerutu diantara kedua bibirnya. Ah... indahnya, meski saya menyadari bahwa kaum pribumi mungkin tidak layak terlihat berdampingan dengan mereka saat itu. Terima kasih Tuhan, hari ini 2012, 67 tahun setelah bangsa pribumi berhasil merebut kembali tanah airnya. Jiwa raganya. Sehingga saya masih dapat berdiri terpaku ditempat ini.

Suasana stasiun Beos tahun 1940


Perronoverkapping van het spoorwegstation te Batavia kota

Namun lamunan saya buyar saat, sekelompok pemulung jalanan datang dari arah yang berlawanan. Terlihat jelas oleh kedua mata saya, seorang wanita paruh baya berkulit hitam khas bakaran sinar UV, berambut pendek tipis, berbaju lusuh bersama keempat orang anak berusia sekolah dasar yang terlihat sangat bahagia. Sosok yang dipanggil "emak" oleh keempat orang anak tersebut tertawa lepas tanpa tersirat kepedihan. Tertawa terbahak-bahak dipinggir peron, diiringi canda tawa suara anak-anak. Badannya yang tampak letih masih berusaha mengais sampah plastik yang kiranya dapat dijangkau oleh tangan dan dibawanya pulang sekedar untuk ditukarkan dengan beberapa lembar uang ribuan lusuh demi membeli sebungkus nasi aking. Namun... bibirnya tidak terlihat lelah untuk tersenyum. Jujur saya merasa iri dengan kebahagiaan yang mereka rasakan. Andai saya dapat merasakannya juga. Tapi inilah adilnya hidup, dimana kebahagiaan merupakan sesuatu yang tidak bisa dinilai oleh sebuah materi. Kereta api yang saya naiki mulai bergerak, meninggalkan kebahagiaan dibelakang saya, menuju jalan yang gelap dan kumuh.

Ternyata dari Stasiun Jakarta Kota kami harus transit terlebih dahulu di Stasiun Kampung Bandan. Yah.. lumayanlah... kami menunggu sekitar 30 menit. Sembari menunggu kereta tiba, kami membicarakan perjalanan. Dengan mata yang tetap awas mengamati sekitar, dan telinga yang harus tetap siaga mendengarkan suara pengumuman dari speaker stasiun. Berselang 20 menit kemudian, kereta yang akan membawa kami menuju Stasiun Tanah Abang datang.

Kereta yang kami tumpangi cukup nyaman, sekedar berAC ringan. Lumayanlah untuk memberi sedikit kesejukan bagi para pekerja kantoran Ibu Kota yang sudah bermandikan peluh. Sayangnya, begitu sampai di Tanah Abang badan saya sengaja didorong oleh sekelompok anak-anak muda tidak berpendidikan. Sial.. diafragma saya sempat terasa ngilu. Mentang-mentang badan saya kurus, mungkin saya dianggap seperti bungkusan barang. Rasa kesal berkecamuk di dada. dan apesnya lagi, kereta AC menuju Serpong yang akan kami naiki sudah jalan duluan, sehingga harus menunggu jadwal pemberangkatan selanjutnya. Untungnya sebuah kereta ekonomi datang. dan kosong. daripada menunggu jadwal selanjutnya 30 menit lagi, kami memutuskan untuk naik kereta kelas ekonomi.

Keadaan didalamnya jauh berbeda. Tanpa AC dan penerangan yang memadai. Hanya ada gerbong tak begitu besar, dengan kaca terbuka. Kereta bergerak tidak mulus, membuat saya harus berpengang pada besi yang terlihat berminyak dan licin. Entahlah sudah berapa milyar sel bakteri  hidup dipermukaannya.  Tapi.. sudahlah saya berusaha menikmati perjalanan petang ini. Di dalam gerbong ternyata saya disuguhkan banyak hal-hal yang menarik perhatian, mulai dari penumpang yang ada hingga naik hingga aktivitas ekonomi dalam gerbong. Para penjaja makanan ringan, minuman bersoda dingin, koran sisa tadi pagi yang tak habis dijual, pengemis gerbong, penjual peniti, kelontongan, hingga tambalan panci membuat suasana menjadi kian menarik dan ramai. Tak lupa lagu dangdut turut menemani perjalanan ini, dibawakan oleh biduanita gerbong bersuara merdu namun bermata buta. Mungkin saja semasa kecil wanita ini bercita-cita menjadi seorang penyanyi dangdut populer papan atas, meski dalam kenyataan hidup berakhir sebagai penyanyi gerbong kereta kelas ekonomi. Sementara itu seorang wanita muda berdempul putih dan bergincu merah  berdiri cemas dipojok gerbong, entah apa yang ia cemaskan. Saya tidak peduli.
Saat perjalanan pulang di Serpong, saya masih menyesali mengapa tadi tidak beli saja tambalan panci. Karena saya dibuat penasaran olehnya. Lebih baik dibeli daripada sekedar menerka-nerka kira-kira bagaimana bentuknya di balik bungkusan :(.

Inilah sedikit cerita perjalan saya di penghujung tahun 2012 :)
Semoga berkenan...
xoxo

Thursday, December 27, 2012

Tumbuhan Narkotika dalam Kebudayaan Mesir Kuno



Kalau lagi galau malam-malam sambil ditemani lagu Raisa, pinginnya meracik racun (hahaha..jangan dianggap serius). Serasa Eropa di abad 16-17, era dimana meracuni seseorang itu tindakan yang fashionable atau populer (Thomas, 2012). Cukup mengerikan ya.. bahkan meracuni seseorang menjadi bagian seru dalam cerita tragedi karangan Shakespeare berjudul "Hamlet". Diceritakan bahwa Claudius membunuh Hamlet dengan meracuninya. 

Sebenarnya apa sih racun itu? Pengertian racun dalam kamus bahasa Indonesia adalah zat (gas) yg dapat menyebabkan sakit atau mati (kalau dimakan, dihirup) (nomina), sedangkan dalam kontes biologi, racun berarti suatu substansi kimia yang dapat menyebabkan gangguan pada organisme, melalui reaksi kimia atau aktivitas lainnya dalam skala molekuler, ketika jumlah yang cukup diserap oleh organisme. Poison atau racun dibedakan menjadi dua, toksin dan venom. Toksin biasanya dihasilkan oleh beberapa fungsi biologis di alam (seperti dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan) sedangkan yang disebut venom adalah racun yang disuntikkan ke dalam tubuh suatu organisme melalui gigitan atau sengatan. Tidak sedikit jenis tumbuhan yang mengandung senyawa yang bersifat racun bagi suatu organisme, dan beberapa diantaranya dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat. Sebagai contoh adalah ki tolod (Hippobroma longiflora (L.) G.Don) yang masuk dalam kategori highly poisonous, tapi dimanfaatkan sebagai obat sakit mata. disinilah perbedaannya, kalau menurut Paracelsus (1493-1541) adalah "sola dosis facet venenum" yang diartikan dalam bahasa inggris adalah "It is the dose that make a poisonous". Jadi perbedaan diantara tumbuhan obat dan tumbuhan racun terletak pada dosis yang digunakan. nah...salah satu kelompok tumbuhan yang mengandung racun adalah tumbuhan narkotika. Ah... jadi serasa kuliah ya.. hapunten atuh. 

Sebenarnya yang ingin saya ceritakan malam hari ini adalah jenis-jenis racun di era peradaban kuno. Salah satunya adalah peradaban mesir kuno yang sejarahnya terekam dengan baik. Jenis tumbuhan yang dipakai adalah tumbuhan narkotika.

 Apa sih peran tumbuhan narkotika ini?. Tumbuhan narkotika memang tidak pernah absen dari peradaban manusia. Tumbuhan narkotika biasanya digunakan dalam upacara keagamaan oleh priest, pendeta, atau shaman. Karena mereka percaya bahwa mereka dapat berkomunikasi dengan yang mereka sebut Tuhan ketika dalam keadaan fly. Peradaban bangsa mesir kuno tidak lepas dari praktik shamanism. Maspero (1915) menyatakan dengan memakan makanan ajaib dan minum ramuan ajaib (ajaib disini maksudnya efek yang dihasilkan oleh tumbuhan narkotika), bangsa mesir kuno percaya bahwa pendeta dapat berbicara dengan dewa, dengan mereka yang sudah mati, atau dapat membebaskan jiwa yang telah mati menuju perjalanan ke alam kematian, sehingga tumbuhan narkotik banyak ditemukan di makam-makam raja. Jenis-jenis tumbuhan yang diketahui adalah teratai biru (Nymphaea caerulea; Nymphaceae) dan mandrake (Mandragora officinarum; Solanaceae). Apa sih mereka? Mari kita bahas satu persatu. 

Terdapat dua jenis teratai yang hidup di Sungai Nil, yaitu Nymphaea lotus dan Nymphaea caerulea var. albiflora (teratai biru). Bangsa mesir kuno di era Dinasti Keempat percaya bahwa bunga Nymphaea caerulea merupakan persembahan untuk dewa Osiris dari jiwa yang telah mati, bahkan mejadi bunga favorit di kala itu. Bahkan bangsa mesir kuno memuja dewa teratai biru yaitu Nefertem, yang membawa bunga teratai di atas kepalanya. Nymphaea carulea mengandung senyawa yang bersifat psikoaktif, yaitu Nuciferine , nupharine, nymphaline, dan aporphine. Senyawa-senyawa ini bekerja pada sistem saraf pusat, sehingga mempengaruhi kerja otak. Mengakibatkan terjadinya perubahan dalam persepsi, suasana hati, kesadaran, kognisi, dan perilaku, seperti halusinasi, euphoria, serta efek hypnosis. Adanya kandungan senyawa-senyawa ini menyebabkan seluruh bagian dari Nymphaea caerulea berbahaya. Selain digunakan dalam upacara keagamaan, Nymphaea caerulea juga dipakai untuk relaksasi, dengan cara mencium aroma wangi dari bunganya. 

Tumbuhan lain yang memberikan efek halusinasi adalah mandrake (Mandragora officinarum) dari family Solanaceae atau keluarga terung. Yang pernah baca atau nonton “Harry Potter and The Chamber of Secret” pasti tau mandrake, meski nyatanya tumbuhan asli Eropa ini tidak memiliki akar berupa bayi. Akarnya hanya bercabang, sehingga menyerupai bentuk kaki dan tangan. Bagian akar Mandragora officinarum mengandung senyawa hyoscyamine, atropine, scopolamine, dan senyawa tropane alkaloid lainnya. Senyawa ini dalam dosis rendah memberikan efek depresan dan sedatif, namun dalam dosis tinggi menyebabkan analgesia, halusinasi, insomnia, dan kematian. 

Oh iya.. foto pahatan diatas berasal dari 1350 SM yang menceritakan Ratu Meriton menawarkan Raja Semenhkara buah Mandragora officinarum yang dibawa di tangan kanan dan bunga Nymphaea caerulea di tangan kiri.  Jadi kedua jenis tumbuhan ini memiliki keistimewaan di mata bangsa mesir kuno.

Referensi:
Emboden, W.A. 1981. Transcultural Use of Narcotic Water Lilies in Ancient Egyptian and Maya Drug Ritual.  Journal of Ethnopharmacology, 3: 39 – 83.
Thomas, C.E. 2012. Toxic Encounters: Poisoning in Early Modern English Literature and Culture. Literature Compass 9(1): 48–55,
Wink, M. & B. van Wyk. 2008. Mild-altering & Poisonous Plants of The World. Singapore: Tien Wah Press (Pte.) Ltd.

Wednesday, December 26, 2012

Cerita തേക്ക്



 തേക്ക്
Namanya mungkin memang sudah tidak asing didengar. Catti, cati, jati, tek.  Begitu mendengar kata jati yang terlintas adalah meubel, Jepara, atau mungkin saja hutan. Sebenarnya sejarah mengenai asal usul Jati (Tectona grandis L.f.; Lamiaceae) memang masih menjadi perdebatan. Tapi lewat media ini saya akan mengupasnya sedikit demi sedikit. Bagaimana kisahnya? baiklah.. akan saya mulai catatan ini...




Brascamp (1922) menyatakan bahwa jati adalah jenis tanaman asli pulau jawa, namun menurut Altona (1930) penyebaran jati di belahan bumi selatan adalah berkat campur tangan masyarakat Hindu kuno. Introduksi Jati dari India ke pulau Jawa terjadi pada tahun 200 oleh masyarakat Hindu kuno penyembah Dewa Wisnu. Mereka mempercayai bahwa sesudah mati, sukma akan pindah ke pohon jati, sehingga kalau di suatu daerah tidak ada jati, maka jenis ini harus dirantaukan kesana. Pohon jati dihormati sebagai pohon dunia yang melambangkan bahan asal sukma, dan sebagai inkarnasi jiwa leluhur.

Carthaus merupakan orang pertama yang mempertahankan hipotesa introduksi jati ke Jawa oleh orang Hindu. Salah satu alasannya adalah, karena di Jawa tidak terdapat spesies lain yang terdekat dari jati, berbeda dengan daerah India yang juga terdapat Tectona hamiltoniana Wall. Sebagai catatan, tanpa bantuan manusia, jati tidak mungkin mampu menang dalam persaingan dengan jenis kayu hutan. Pendapat Carthaus juga didasarkan pada tata bahasa. Suku bangsa Indonesia memiliki nama berlainan untuk jenis kayu hutan, tetapi di seluruh Nusantara hanya dipakai kata "jati" untuk Tectona grandis. Lain hal dengan di India yang merupakan tempat asli jati, pada berbagai suku dipakai nama yang berlainan, seperti Seg, Sag, Tekku, Tek, Cati, dan Techati. Di Kanara dan Kalinga, jati disebut dengan Cadi, Catti, Tachatti, dan Tekjattu.

Altona melakukan penelitian di daerah hutan jati di Bojonegoro dan Saradan Selatan. Altona menemukan "larikan"  (pola penanaman) dalam hutan jati tua di Bojonegoro, yang selama ini dianggap sebagai vegetasi hutan asli. Kemudian ia menarik kesimpulan bahwa orang hindu telah memasukkan jati ke jawa dan menanamnya secara besar-besaran seluas 1-1,5 juta hektar. Altona (1923) menulis bahwa ada satu kasus menarik di Hutan Jati di daerah Besuki, disana ditemukan 3 sampai 4 larikan pohon jati yang berdampingan, yang apabila ditelusuri, panjangnya lebih dari 100 meter dan diduga ditanam pada masa akhir kerajaan Blambangan (wow..).

Ternyata jati memang sudah sejak lama dimanfaatkan oleh manusia dan memiliki nilai yang penting dalam peradaban kebudayaan Hindu. Baik di India, maupun di Nusantara..

Menarik ya cerita si  തേക്ക് ini :D





Mungkin Tuhan marah...
dihujamkanNya trilyunan tetes air dalam kecepatan tinggi
menghantam Pertiwi 

Tol Cipularang, 25 Desember 2012

*uneg2 ini saya tuliskan dalam memori otak saat perjalanan pulang menuju Serpong dari Bandung. Hujan deras mengguyur KM 80-an hingga sampai ditempat tujuan

Sejarah Panjang Antara Hawa dan Kosmetika



Menjadi seorang wanita mungkin memang tidak mudah, selalu dituntut untuk tampil lebih menarik. Bagi sebagian besar wanita, hidupnya tidak lepas dari sentuhan kosmetik. Yah...minimal pakai bedak lah.. sebelum beraktifitas. Penggunaan kosmetik untuk mempercantik diri bahkan telah dilakukan sejak ribuan tahun yang lalu. Salah satu peradaban yang menjunjung tinggi kecantikan adalah bangsa mesir kuno. Bangsa mesir kuno telah mengenal parfum, eyeliner, eyeshadow, blush-on, pewarna bibir, pewarna kuku, dan pewarna rambut.

Eyeliner atau kohl yang umum digunakan oleh wanita mesir kuno terbuat dari 2 jenis mineral, yaitu malachite dan galena. Malachite memberikan sentuhan warna hijau yang cantik, sedangkan galena menghasilkan sapuan warna abu-abu tua. Malachite dan galena dihancurkan menjadi bubuk dan dipakai dalam bentuk pasta. Sebelum jaman pemerintahan dinasti 11 di mesir kuno, kohl diambil dan dioleskan ke mata dengan jari. Malachite dihasilkan dari gunung Sinai, dan galena dihasilkan dari Aswan dan laut Merah. Kedua mineral ini banyak ditemukan di makam dan disimpan dalam balutan linen atau tas kulit. Peninggalan kohl ditemukan dari Dinasti 19 dari Koptos, Dinasti 18 dari Naharin dan Punt.

Untuk mewarnai daerah seputar mata dan pipi (eye-shadows & blush on), wanita mesir kuno menggunakan sapuan warna merah dari haematite atau red ochre. Sedangkan pewarna yang digunakan untuk mewarnai rambut, kuku, kaki, dan tangan adalah henna (Lawsonia inermis), yang sudah pernah saya bahas sebelumnya melalui akun facebook saya, bahwa henna mengandung senyawa lawsone yang mampu berikatan dengan protein. Elliot Smith yang meneliti rambut mumi Honttimihou dari Dinasti 18 menemukan bahwa henna adalah pewarna rambut yang digunakan. Pewarna yang tidak kalah penting lainnya adalah pewarna bibir atau dalam dunia modern dikenal sebagai gincu atau lipstick. Wanita mesir kuno mewarnai bibir mereka dengan pigmen merah keunguan yang berasal dari rumput laut. Pewarna ini mengandung senyawa iodine dan bromine mannite.

Bangsa mesir kuno tinggal di daerah yang panas. Bagaimana cara mereka menjaga kulit dan rambut agar tidak rusak akibat paparan matahari? mereka menggunakan minyak dan lemak untuk dioleskan di kulit dan rambut. Hingga saat ini pemakaian lemak dan minyak untuk kulit dan rambut masih digunakan di Nubia dan Sudan. Minyak yang digunakan sebenarnya lebih dari satu jenis, namun yang biasa dipakai oleh masyarakat tingkat kebawah adalah Castor oil dari Ricinus communis dan lemak dari hewan. Parfum juga ditambahkan ke dalam minyak dan lemak yang akan digunakan. Parfum dibuat oleh bangsa mesir kuno dari material yang harum seperti bunga, buah, kulit kayu, atau daun melalui metode destilasi dan medium untuk menyerap dan menyimpan wangi yang dihasilkan adalah minyak atau lemak.

Pewangi atau incense diperkiarakan pertama kali digunakan oleh bangsa mesir kuno pada masa pemerintahan Dinasti 5 atau 6. Sebagai wangi-wangian mereka menggunakan frankincense (Boswellia spp.) dan myrr (Commiphora myrrha). Gum resin dari kedua jenis tumbuhan ini dibakar dan menghasilkan aroma yang wangi. Selain itu mereka juga menggunakan champor (Cinnamonum champora) dan benzoin (Styrax benzoin), yang diimpor dari Timur Jauh atau Far East yang diperkirakan adalah Indonesia, serta bahan-bahan lain yang diperoleh dari Asia Kecil.

Untuk mengharumkan nafas, bangsa mesir kuno mengunyah resin yang disebut ladanum. ladanum berwana hitam atau cokelat tua. Penggunaan ladanum dilakukan sejak Dinasti Pertama Mesir Kuno. Hingga saat ini mengunyah ladanum untuk mengharumkan nafas masih dilakukan oleh wanita mesir.

Dan... yang harus disyukuri oleh kalian para wanita modern abad 21 adalah... saat ini kosmetik tersedia dalam berbagai ragam variasi warna dan bentuk, serta pemakaiannya yang sudah lebih mudah. Sehingga tidak repot dan membutuhkan waktu yang relatif lebih singkat untuk tampil lebih cantik dan mempesona :)


Well... tampaknya kosmetik memang bagian yang tidak terpisahkan dari kaum Hawa ya? mulai dari sebelum masehi hingga era abad 21... dan saya menulis catatan singkat ini karena mendapatkan inspirasi ketika menemani adik membeli kosmetik di salah satu Mall di kota Paris van Java. Kosmetik..yang menurut saya adalah salah satu bagian kecil dari kompleksitas seorang wanita :).

Referensi:
Lucas, A. 1930. Cosmetics, Perfumes and Incense in Ancient Egypt. The Journal of Egyptian Archaeology, Vol. 16 (1): 41-53

Mengapa Shastra Sasmaya?

Mengapa? kata singkat sarat tanya ini mungkin terlintas dibenak.

Terdiri dari dua kata dalam bahasa sanskrit, Shastra dan Sasmaya. Shastra memiliki makna "tulisan yang mengandung instruksi" atau dalam kamus bahasa indonesia adalah tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Sedangkan Sasmaya  berarti "indah". Tidak.. mungkin tulisan ini memang jauh dari kumpulan kata yang membuai dan menerlenakan. Hanya berharap bahwa kumpulan tulisan pendek ini dapat menjadi lebih indah dan bermakna ketika dibagi dengan cuma-cuma lewat dunia maya.

Perkenalan yang cukup singkat ya?

Serpong, 26 Desember 2012